Rabu, 18 Juli 2012

Ribuan Jalan Menuju Asa



Kun fayakun. Yang terjadi terjadilah. Dan manusia akan jatuh dalam sekejab jika itu memang kehendakNya. Dan tak ada seorangpun bisa menghindarinya. Apalagi bagi diriku, manusia biasa yang hanya berstatus staff finance accounting di sebuah perusahaan distributor. Berusaha mandiri, bekerja dengan jujur dan penuh tanggung jawab meski gaji tak seberapa. Namun hari itu memang sudah waktunya aku jatuh. Dituduh menyalahgunakan keuangan diperusahaan begitu membuat sendi-sendi tulangku keropos seketika.
**
Mataku mulai berair. Ungkapan sesak yang sudah tak dapat dibendung lagi. Kemarin, aku masih merasa bahwa jam 5 sore adalah moment untuk segera berlalu dari kantor dan menikmati santai di kost. Tetapi sore ini adalah moment dimana aku tidak ingin berlalu dari meja kerja. Ingin rasanya mengobrak-abrik kembali data penjualan 6 bulan terakhir. Aku yakin tak ada yang salah dengan pencatatanku. Pun tak ada penyalahgunaan dana. Setiap setoran dari sales selalu aku setor hari itu juga. Ingin rasanya aku membuktikan sekali lagi bahwa data harian itu benar adanya. Namun apadaya. Semua orang menyalahkanku atas peristiwa itu. Selisih keuangan selama 6 bulan terakhir semuanya jadi bebanku. Hasil audit begitu menyulitkan posisiku. Namun tanggungjawab dan konsekuensi dari pekerjaan tak dapat aku hindari.
Hari ini adalah hari terakhirku di perusahaan itu. Datang hanya sekedar untuk menyelesaikan administrasi yang belum selesai dan selanjutnya berpamitan. Tak ada senyum keihklasan hari ini. Detik-detik aku berpamitan bukan lagi moment yang mengharukan. Aku benci hari ini. Aku benci pada semua orang disini. Tak ada yang percaya padaku. Tak ada yang mau berpihak pada yang jujur. Dan auditor itu! Satu-satunya orang yang mendalangi semua ini. Aku yakin ini adalah ulahnya. Entah apa yang ia lakukan pada dataku. Ingin rasanya menonjok mukanya. Huuftttt…
“Bismillah.” Mantap ku langkahkan kaki keluar dari perusahaan itu. Tak sedikitpun aku menoleh ke belakang. Biarlah semua jadi cerita. Aku hanya berharap akan hikmah dari apa yang sudah ku alami. Dan ini menjadi pelajaran penting bagiku untuk selalu berhati-hati dalam melangkah.
**
Hari-hari kulalui. Tak ada satupun keluarga yang tahu aku keluar dari perusahaan. Tak ada juga yang tahu bahwa aku keluar dengan menanggung uang hampir Rp. 2.000.000,-. Uang yang tak sedikit buatku. Terpaksa aku ambil dari uang tabunganku. Gaji bulananku saja belum sampai segitu. Namun biarlah. Ini menjadi bebanku sendiri. Tak perlu ayah dan ibu tahu. Hanya akan menambah beban pikiran mereka jika mereka tahu hal ini.
Air mataku kembali menetes kala ku lihat print out terakhir buku tabunganku. Dana keluar Rp. 2.000.000,-. Hanya untuk menanggung sesuatu yang bukan kesalahanku. Namun karena tanggungjawab yang tak bisa aku hindari. Kembali dadaku sesak. Menahan perih dan emosi. Ku coba untuk tenang dan istighfar.
Hari-hariku kini membosankan. Menunggu dan menunggu. Sudah banyak surat lamaran yang aku kirim ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan kerja. Namun hingga kini belum ada hasilnya. Satu bulan rasanya begitu lama. Dan huuuufft.. “aku ingin kembali bekerja. Ya Allah, masih adakah tempat bagiku mencari rejeki”, ucapku dalam hati.
Malam ini kembali aku terbangun. Dingin malam yang menusuk pori-pori tak menyulutkanku untuk mengambil wudlu. Semenjak keluar dari pekerjaan, hari-hari yang ku jalani jauh berbeda. Pagi menyiapkan lamaran kerja dan kirim ke kantor pos. Siang hari ke warnet untuk mencari lowongan lagi. Dan setiap sepertiga malam terakhir, tak pernah ku lewatkan sedikitpun untuk sholat malam dan berdzikir. Memohon petunjuk dan mengharap pertolongan dari Allah swt. Dan kini, aku kembali bersimpuh di hadapanNya. Berdoa dengan khusyuk. Benar-benar mengharap campur tangan Sang Maha Penolong.
Ya Allah
Malam ini
Kembali aku menghadapMu
Kembali aku meminta
Kembali aku memohon

Ya Allah
Ampuni dosa-dosaku
Dosa yang mungkin tak ku sadari telah aku lakukan
Dosa yang mungkin tak ku ingat kapan aku melakukan
Sesuatu yang mungkin aku suka dan ku anggap itu biasa,
Namun itu ternyata tak Kau suka dan tak biasa
Ampunilah ya Allah
Ampunilah

Ya Allah
Malam ini aku meminta
Jika rejeki untuk ku masih ada dilangit sana
Turunkanlah ke bumi ini
Untuk ku….
Jika rejeki untuk ku masih jauh disana
Dekatkanlah pada ku

Ya Allah
Aku mohon dengan sangat
Aku mohon dengan sangat
Kau pasti mendengar doa ku
Dan harap ku
Engkau kabulkan doa dan pinta ku malam ini dan malam-malam kemarin
Amien Yarabbal Alamin

Ku tutup doa ku dengan sujud. “huaaahh.. ngantuk”. Ucapku lirih. Ingin rasanya membuka mukenah ini dan menarik selimut. Tapi, sebentar lagi Subuh datang. Aku urungkan niatku untuk tidur. Aku teruskan berdzikir hingga pagi menjelang.

**
Rasa kantuk mulai menyerang. Beginilah aktivitas penganguran. Siang hari rasanya selalu ingin tidur. Ku rebahkan tubuhku. Dan mataku semakin berat saat kipas angin menyala. Belum 5 menit mata ini terpejam, tiba-tiba HP berbunyi.
“halo.” Ucap ku dengan suara berat karena mengantuk
“slamat siang, dengan saudara Winda?”
“iya, benar. Dari mana?” tanya ku
“dari PT. Bahana Prima. Menanggapi surat lamaran saudara Winda, saya mengharapkan kehadiran saudara untuk hadir dalam tes interview besok jam 09.00. bisa?”
“oh, iya. Bisa. Tes interview saja atau ada tes lainnya?” rasa kantukku tiba-tiba lenyap seketika.
“tes interview awal. Tau tempatnya?”
“oh, belum.”
“Jl. Moh. Yamin No. 48A Surabaya. Bertemu langsung dengan Bp. Andy.”
“ok. Terima kasih atas infonya.”
“terima kasih. Saya tunggu kehadirannya.”

Akhirnya, perbincangan menyejukkan hati ini hadir juga. “Yeaah, panggilan tes kerja!” Teriakku. “Alhamdulillah. Terima kasih Ya Allah. Semoga besok lancar.”
Rasa kantuk yang tadi melanda sudah tak ada. Hilang entah kemana. Ku ambil kursi dipojok kamar. Mengambil beberapa buku akuntansi untuk sekedar mengembalikan memori tentang akuntansi yang mungkin sudah mulai menghilang.

**
Jam 09.00 tepat aku sudah berada di kantor itu. Hari ini tes pertama dari serangkaian tes yang mungkin akan aku lalui. Banyak sekali sainganku hari ini. Tapi tak apalah. Dijalani saja. Yang penting usaha.

Dua jam menunggu. Namun belum ada seorangpun dari peserta yang dipanggil untuk interview. Aku dan peserta lain mulai tidak sabar. Ada yang mengoceh manajemennya jelek. Bahkan ada pula yang sudah tak bisa menahan emosi dan memutuskan untuk pulang. Dan aku, keinginanku untuk cepat bekerja mengalahkan emosi yang mulai menyeruak di rongga dada. Namun ku coba untuk bersabar. Menunggu dan menunggu..

Tiga jam kemudian..

Akh.. akhirnya, interview ini bisa ku lewati. Riang hatiku. Yakin aku bisa lolos. Semua pertanyaan dari HRD bisa ku jawab dengan baik dan lancar. Dua minggu lagi pengumuman peserta yang lolos akan dihubungi via telepon.

**
Dua minggu berlalu. Tak ada kabar. Heeemmm.. aku tidak lolos. Dan.. aku masih tetap berharap. Bahwa esok akan datang kesempatan berikutnya. Ku tepis semua prasangka buruk dalam benakku. Bagiku, kesempatan akan selalu hadir selama keyakinan selalu tertanam dalam diri. Gagal hari ini bukan berarti gagal selamanya.

**
Dua bulan sudah ku lalui hari-hari dengan status pengangguran. Tak ada penghasilan. Tabunganpun mulai menipis. Jika ku hitung, mungkin sudah ada 5 perusahaan yang memanggil untuk tes. Seperti pengembara, bergerilya dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Namun tak ada satu pun dari mereka yang memberikan aku kesempatan. Mungkin saja aku belum memenuhi persyaratan untuk diterima bekerja diperusahaan yang aku lamar. Aku tetap berusaha berpikir positif. Rejeki dari Allah belum sampai ke tanganku.

Usaha dan doa masih terus aku lakukan. Meski kadang harus ada air mata yang menetes dan turut membasahi bumi bersama air hujan. Tetap harus ku jalani hidup ini. Roda hidup tak kan terhenti oleh tangisanku.

**
Allah never sleep. Janji Allah, akan mengabulkan semua pinta hambaNya. Dan hari ini, kembali jalan itu terbuka. Kesempatan itu datang lagi.

“silahkan,” ucap HRD itu saat mempersilahkan aku duduk.
“terima kasih.”
“saat ini, apa aktivitas anda?”
“tidak banyak, pak. Hanya melamar kerja. Kadang juga menulis. Namun belum bisa menghasilkan uang dari tulisan.” Jawabku lugas
“suka olah raga?”
Rasanya pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan posisi yang aku lamar.
“sukanya hanya Jogging Pak.” jawabku dengan sedikit tersenyum. Merasa bahwa jawaban itu tidak sepenuhnya benar. Tapi tak apalah. Rasanya itu adalah jawaban paling aman daripada tidak menjawab sama sekali.
Satu jam berlalu. Interview yang tidak memuaskan. Banyak pertanyaan yang tidak berhubungan dengan posisi yang aku lamar. Rasanya aku tidak lolos lagi dalam perekrutan ini. Mungkin akan masih sama dengan yang lalu-lalu. Gagal dan gagal lagi.

**
Mata ku masih berat. Aku bangun kesiangan. Maklum, tadi malam aku lembur menulis artikel. Aktivitasku kini bertambah. Mengisi waktu senggang dengan menulis artikel. Meski belum ada yang diterima oleh penerbit, namun tetap ku coba menulis. Tiba-tiba HP berbunyi.
“selamat siang.” Terdengar suara seorang laki-laki dari seberang.
“siang.”
“dengan mbak Winda?”
“iya, saya sendiri.”
“ini dari PT. SWOT. Mengundang mbak Winda untuk mengikuti tes selanjutnya besok jam 09.00. bisa?”
“oh, dari Pak Handono?”
“iya, betul.”
“bisa pak. kalau boleh tau, besok itu untuk tes tulis atau apa pak?”
“untuk besok psikotest dan tes kompetensi. Jadi, siapkan alat tulis pendukung. Karena kami tidak menyediakan alat tulis.”
“ok. Terima kasih informasinya.”

“akh, yang benar saja. Kemarin itu, interview yang gak jelas. Tapi kenapa aku lolos ke tahap berikutnya ya?” gumamku.
Akh, gak penting. Sudah lolos tes berikutnya saja sudah untung. Jalani saja.

Perjalananku sudah jauh. Tes tahap 1 hingga tahap 4 sudah ku jalani. Detik-detik keputusan akhir akan segera datang. Kali ini aku pasrah. Tak ingin rasanya seperti yang lalu lalu. Menggebu-gebu dan terlalu percaya diri bisa diterima. Kenyataannya, berbanding terbalik. Kali ini, kun fayakun.  Yang kan terjadi, terjadilah.

Hidup memang tak selamanya susah. Akan datang saatnya senyum mengembang. Akan indah rasanya jika keinginan dan harapan yang ditunggu hadir dihadapan. Hari ini, keputusan telah dibuat. Kabar gembira telah datang. Aku diterima bekerja di PT. SWOT. Dan.. “Alhamdulillah. Allah telah mengabulkan doa ku.”

**
Sedihku hilang. Lelah ku terbayar. Senyumku pun mengembang. Hari ini adalah hari dimulainya langkah ku menuju asa. Memasuki kantor baru dengan bismillah. Berharap semuanya berjalan lancar. Dan begitu banyak kenyataan dan rahasia dari Allah di setiap langkah manusia yang bisa membuat dada hambanya berdegup kencang.

Fakta kini telah berbicara. Kantor ini bagai sarang macan. Posisiku di perusahaan baru ini memang menantang. Supervisor Finance Accounting dadakan. Karena sebelumnya, diperusahaan lama aku hanya sebagai staff. Entah atas faktor apa manajemen PT. SWOT menempatkan aku diposisi yang belum pernah aku pegang. Dengan posisi itu, aku langsung punya bawahan. Dan sialnya, bawahan itu adalah orang-orang lama yang notabene sudah bekerja hampir 11 tahun. Bagaimana bisa aku jadi leader bagi mereka yang sudah senior. Menurut cerita Branch Manager, ada salah satu bawahanku yang mungkin seumuran dengan ibuku. Tantangan, benar-benar tantangan berat. “sanggupkah aku!”

**
Sabtu yang menegangkan. Nota order masih menumpuk di meja. Masih harus ku pilah-pilah sesuai historical dari masing-masing customer. Dan ibu-ibu itu! Mereka tidak mau mengerti. Mereka ingin semua nota cepat diproses, dengan harapan mereka bisa cepat pulang. Dan aku tak mau gegabah. Aku tak mau mengulang kesalahan yang sama diperusahaan yang dulu.

Alhasil, bukan semakin baik malah semakin buruk. Mereka tidak sejalan dengan pemikiranku. Dan aku tetap pada pendirianku. Emosi sudah tak tertahan. Tak hanya dua atau tiga orang yang mengoceh. Seolah ini lima sekawan yang memang memegang erat persaudaraan. Satu tersakiti, yang lain ikut merasakan. Kini, mereka berlima berdiri dihadapanku dengan wajah tak menyenangkan.

“sampai kapan mau seperti ini. Bisa-bisa order dari sales terbengkalai. Kamu di sini supervisor. Baru 6 hari kerja saja sudah sok.” Ucap salah satu dari mereka dengan nada keras.
“maaf, bu. Maksudnya apa ya?”
“ini lihat. Order sebanyak ini belum beres. Orang-orang dibawah nunggu keputusan kamu.” timpal yang lain.
“bu, saya minta sabar sedikit. Saya juga lagi memproses nota ini satu per satu. Setiap order ini tidak bisa langsung saya putuskan. Saya harus benar-benar memastikan pelanggan tersebut tidak ada tunggakan tagihan.” Ucapku berusaha sabar.
“bisa kerja nggak sih. Kerjanya lambat sekali!” timpal yang lain.
Arghhhhhh.. Rasanya.. Ingin sekali berdiri dan menggebrak meja. Tapi, ketika ingat lagi perjuanganku mengikuti serentetan tes itu, tak ingin rasanya terulang lagi. Dan ketika suasana semakin memanas karena ocehan ibu-ibu itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka.
“ada apa ini kumpul disini semua?” suara Branch Manager menghentikan ocehan macan-macan kelaparan ini seketika.
“saya tanya sekali lagi. Ada apa ini kumpul disini?”
Kami tetap diam.
“semua ikut ke ruangan saya.”
Sial. Belum genap seminggu duduk di kursi baru, masalah sudah timbul.

“saya ingin kalian jujur. Ada masalah apa sebenarnya. Masak enam orang ini bisu semua?”
“begini, pak. Order masih banyak yang belum terealisasi. Karena masih saya proses. Saya perlu tahu historical per customer. Pembayarannya bagus atau tidak? Jadi, satu per satu harus saya cek. Kalau saya buka semua, efeknya nanti ke tagihan. Pada akhirnya, saya juga yang bertanggung jawab atas tagihan.” Aku mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“ok. Kamu boleh kembali ke meja kamu. Dan para ibu-ibu ini, tetap diruangan saya.”
Entah apa yang akan Branch Manager lakukan pada ibu-ibu itu. Semua mata memandang ke arahku saat keluar dari ruangan Branch Manager. Rasanya, kantor ini panas. Padahal disana sini penuh dengan AC.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Jam kerja sudah berakhir. Suasana masih tegang. Tak ada yang mau menyapa ku. Rasanya ingin berlari saja. Ditengah perasaan yang tidak karuan ini, tiba-tiba muncul Branch Manager..
“belum pulang.”
“sebentar lagi pak.”
“terburu-buru?”
“nggak juga sih pak. ada perlu dengan saya?”
“iya, mau bahas yang tadi siang.”
Aku tersenyum.
“begini, Win. Anggaplah ini perkenalan awal kamu dengan bawahan kamu. Nanti kamu pasti tahu karakter mereka masing-masing. Awal saya disini pun begitu. Mereka seolah tidak mau menerima kehadiran orang baru. Apalagi hadir sebagai atasan mereka. Saya yakin kamu bisa. Kamu terpilih dari sekian calon leader. Saya juga memantau kamu saat tes seleksi. Saya yakin, ini pasti bisa kamu lewati.”
Aku hanya bisa tersenyum dan bernafas lega. Ternyata masih ada yang mensupport keberadaanku di perusahaan ini.

**
Kesabaranku ada hasilnya. Dan memang benar. Keyakinan pimpinan terhadap keberadaanku terbukti. Aku bisa melewati masa-masa sulit di kantor ini. Memang butuh adaptasi yang lama dengan orang-orang dikantor ini karena mereka sudah berumur. Tak bisa disamakan dengan karyawan dengan usia produktif. Jiwa dan pemikirannya sangat jauh berbeda. Butuh pendekatan khusus agar mereka mau mendengar dan memahami maksud yang kita sampaikan. Dan kini, aku bisa bernafas lega. Enam bulan sudah ku lewati. Kursi tahta baru bisa ku duduki dengan nyaman. Semua bukan tanpa usaha. Kerja keras, sabar, dan berdo’a tiada henti aku lakukan.

Malam ini, kembali ku bersimpuh. Menengadahkan tangan dan mengucapkan..

Ya Allah
Alhamdulillah..
Semua berkat Mu
Tanpa uluran tangan Mu
Aku tak akan bisa melewati ini semua
Tangisku selama ini telah terbayar
Hari-hariku kini begitu menyenangkan
Ya Allah
Tetaplah bersamaku
Agar aku tidak terjerumus dalam jalan yang tidak Kau ridho’i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar