Kun fayakun. Yang
terjadi terjadilah. Dan manusia akan jatuh dalam sekejab jika itu memang
kehendakNya. Dan tak ada seorangpun bisa menghindarinya. Apalagi bagi diriku, manusia
biasa yang hanya berstatus staff finance accounting di sebuah perusahaan
distributor. Berusaha mandiri, bekerja dengan jujur dan penuh tanggung jawab
meski gaji tak seberapa. Namun hari itu memang sudah waktunya aku jatuh.
Dituduh menyalahgunakan keuangan diperusahaan begitu membuat sendi-sendi
tulangku keropos seketika.
**
Mataku mulai
berair. Ungkapan sesak yang sudah tak dapat dibendung lagi. Kemarin, aku masih
merasa bahwa jam 5 sore adalah moment
untuk segera berlalu dari kantor dan menikmati santai di kost. Tetapi sore ini
adalah moment dimana aku tidak ingin
berlalu dari meja kerja. Ingin rasanya mengobrak-abrik kembali data penjualan 6
bulan terakhir. Aku yakin tak ada yang salah dengan pencatatanku. Pun tak ada
penyalahgunaan dana. Setiap setoran dari sales
selalu aku setor hari itu juga. Ingin rasanya aku membuktikan sekali lagi bahwa
data harian itu benar adanya. Namun apadaya. Semua orang menyalahkanku atas
peristiwa itu. Selisih keuangan selama 6 bulan terakhir semuanya jadi bebanku. Hasil
audit begitu menyulitkan posisiku. Namun tanggungjawab dan konsekuensi dari
pekerjaan tak dapat aku hindari.
Hari ini adalah
hari terakhirku di perusahaan itu. Datang hanya sekedar untuk menyelesaikan
administrasi yang belum selesai dan selanjutnya berpamitan. Tak ada senyum
keihklasan hari ini. Detik-detik aku berpamitan bukan lagi moment yang mengharukan. Aku benci hari ini. Aku benci pada semua
orang disini. Tak ada yang percaya padaku. Tak ada yang mau berpihak pada yang
jujur. Dan auditor itu! Satu-satunya orang yang mendalangi semua ini. Aku yakin
ini adalah ulahnya. Entah apa yang ia lakukan pada dataku. Ingin rasanya
menonjok mukanya. Huuftttt…
“Bismillah.”
Mantap ku langkahkan kaki keluar dari perusahaan itu. Tak sedikitpun aku
menoleh ke belakang. Biarlah semua jadi cerita. Aku hanya berharap akan hikmah
dari apa yang sudah ku alami. Dan ini menjadi pelajaran penting bagiku untuk selalu
berhati-hati dalam melangkah.
**
Hari-hari kulalui.
Tak ada satupun keluarga yang tahu aku keluar dari perusahaan. Tak ada juga
yang tahu bahwa aku keluar dengan menanggung uang hampir Rp. 2.000.000,-. Uang
yang tak sedikit buatku. Terpaksa aku ambil dari uang tabunganku. Gaji
bulananku saja belum sampai segitu. Namun biarlah. Ini menjadi bebanku sendiri.
Tak perlu ayah dan ibu tahu. Hanya akan menambah beban pikiran mereka jika
mereka tahu hal ini.
Air mataku kembali
menetes kala ku lihat print out
terakhir buku tabunganku. Dana keluar Rp. 2.000.000,-. Hanya untuk menanggung
sesuatu yang bukan kesalahanku. Namun karena tanggungjawab yang tak bisa aku
hindari. Kembali dadaku sesak. Menahan perih dan emosi. Ku coba untuk tenang
dan istighfar.
Hari-hariku kini
membosankan. Menunggu dan menunggu. Sudah banyak surat lamaran yang aku kirim
ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan kerja. Namun hingga kini belum ada
hasilnya. Satu bulan rasanya begitu lama. Dan huuuufft.. “aku ingin kembali
bekerja. Ya Allah, masih adakah tempat bagiku mencari rejeki”, ucapku dalam
hati.
Malam ini
kembali aku terbangun. Dingin malam yang menusuk pori-pori tak menyulutkanku
untuk mengambil wudlu. Semenjak keluar dari pekerjaan, hari-hari yang ku jalani
jauh berbeda. Pagi menyiapkan lamaran kerja dan kirim ke kantor pos. Siang hari
ke warnet untuk mencari lowongan lagi. Dan setiap sepertiga malam terakhir, tak
pernah ku lewatkan sedikitpun untuk sholat malam dan berdzikir. Memohon
petunjuk dan mengharap pertolongan dari Allah swt. Dan kini, aku kembali
bersimpuh di hadapanNya. Berdoa dengan khusyuk. Benar-benar mengharap campur
tangan Sang Maha Penolong.
Ya
Allah
Malam
ini
Kembali
aku menghadapMu
Kembali
aku meminta
Kembali
aku memohon
Ya
Allah
Ampuni
dosa-dosaku
Dosa
yang mungkin tak ku sadari telah aku lakukan
Dosa
yang mungkin tak ku ingat kapan aku melakukan
Sesuatu
yang mungkin aku suka dan ku anggap itu biasa,
Namun
itu ternyata tak Kau suka dan tak biasa
Ampunilah
ya Allah
Ampunilah
Ya
Allah
Malam
ini aku meminta
Jika
rejeki untuk ku masih ada dilangit sana
Turunkanlah
ke bumi ini
Untuk
ku….
Jika
rejeki untuk ku masih jauh disana
Dekatkanlah
pada ku
Ya
Allah
Aku
mohon dengan sangat
Aku
mohon dengan sangat
Kau
pasti mendengar doa ku
Dan
harap ku
Engkau
kabulkan doa dan pinta ku malam ini dan malam-malam kemarin
Amien
Yarabbal Alamin
Ku tutup doa ku dengan sujud. “huaaahh..
ngantuk”. Ucapku lirih. Ingin rasanya membuka mukenah ini dan menarik selimut.
Tapi, sebentar lagi Subuh datang. Aku urungkan niatku untuk tidur. Aku teruskan
berdzikir hingga pagi menjelang.
**
Rasa kantuk mulai menyerang. Beginilah
aktivitas penganguran. Siang hari rasanya selalu ingin tidur. Ku rebahkan
tubuhku. Dan mataku semakin berat saat kipas angin menyala. Belum 5 menit mata
ini terpejam, tiba-tiba HP berbunyi.
“halo.” Ucap ku dengan suara berat
karena mengantuk
“slamat siang, dengan saudara Winda?”
“iya, benar. Dari mana?” tanya ku
“dari PT. Bahana Prima. Menanggapi surat
lamaran saudara Winda, saya mengharapkan kehadiran saudara untuk hadir dalam
tes interview besok jam 09.00. bisa?”
“oh, iya. Bisa. Tes interview saja atau ada
tes lainnya?” rasa kantukku tiba-tiba lenyap seketika.
“tes interview awal. Tau tempatnya?”
“oh, belum.”
“Jl. Moh. Yamin No. 48A Surabaya.
Bertemu langsung dengan Bp. Andy.”
“ok. Terima kasih atas infonya.”
“terima kasih. Saya tunggu
kehadirannya.”
Akhirnya, perbincangan menyejukkan hati
ini hadir juga. “Yeaah, panggilan tes kerja!” Teriakku. “Alhamdulillah. Terima
kasih Ya Allah. Semoga besok lancar.”
Rasa kantuk yang tadi melanda sudah tak
ada. Hilang entah kemana. Ku ambil kursi dipojok kamar. Mengambil beberapa buku
akuntansi untuk sekedar mengembalikan memori tentang akuntansi yang mungkin
sudah mulai menghilang.
**
Jam 09.00 tepat aku sudah berada di
kantor itu. Hari ini tes pertama dari serangkaian tes yang mungkin akan aku
lalui. Banyak sekali sainganku hari ini. Tapi tak apalah. Dijalani saja. Yang
penting usaha.
Dua jam menunggu. Namun belum ada
seorangpun dari peserta yang dipanggil untuk interview. Aku dan peserta lain
mulai tidak sabar. Ada yang mengoceh manajemennya jelek. Bahkan ada pula yang sudah
tak bisa menahan emosi dan memutuskan untuk pulang. Dan aku, keinginanku untuk
cepat bekerja mengalahkan emosi yang mulai menyeruak di rongga dada. Namun ku
coba untuk bersabar. Menunggu dan menunggu..
Tiga jam kemudian..
Akh.. akhirnya, interview ini bisa ku
lewati. Riang hatiku. Yakin aku bisa lolos. Semua pertanyaan dari HRD bisa ku
jawab dengan baik dan lancar. Dua minggu lagi pengumuman peserta yang lolos
akan dihubungi via telepon.
**
Dua minggu berlalu. Tak ada kabar. Heeemmm..
aku tidak lolos. Dan.. aku masih tetap berharap. Bahwa esok akan datang
kesempatan berikutnya. Ku tepis semua prasangka buruk dalam benakku. Bagiku,
kesempatan akan selalu hadir selama keyakinan selalu tertanam dalam diri. Gagal
hari ini bukan berarti gagal selamanya.
**
Dua bulan sudah ku lalui hari-hari
dengan status pengangguran. Tak ada penghasilan. Tabunganpun mulai menipis.
Jika ku hitung, mungkin sudah ada 5 perusahaan yang memanggil untuk tes. Seperti
pengembara, bergerilya dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Namun tak ada
satu pun dari mereka yang memberikan aku kesempatan. Mungkin saja aku belum
memenuhi persyaratan untuk diterima bekerja diperusahaan yang aku lamar. Aku
tetap berusaha berpikir positif. Rejeki dari Allah belum sampai ke tanganku.
Usaha dan doa masih terus aku lakukan.
Meski kadang harus ada air mata yang menetes dan turut membasahi bumi bersama
air hujan. Tetap harus ku jalani hidup ini. Roda hidup tak kan terhenti oleh
tangisanku.
**
Allah
never sleep.
Janji Allah, akan mengabulkan semua pinta hambaNya. Dan hari ini, kembali jalan
itu terbuka. Kesempatan itu datang lagi.
“silahkan,” ucap HRD itu saat mempersilahkan
aku duduk.
“terima kasih.”
“saat ini, apa aktivitas anda?”
“tidak banyak, pak. Hanya melamar kerja.
Kadang juga menulis. Namun belum bisa menghasilkan uang dari tulisan.” Jawabku
lugas
“suka olah raga?”
Rasanya pertanyaan ini tidak ada
hubungannya dengan posisi yang aku lamar.
“sukanya hanya Jogging Pak.” jawabku
dengan sedikit tersenyum. Merasa bahwa jawaban itu tidak sepenuhnya benar. Tapi
tak apalah. Rasanya itu adalah jawaban paling aman daripada tidak menjawab sama
sekali.
Satu jam berlalu. Interview yang tidak
memuaskan. Banyak pertanyaan yang tidak berhubungan dengan posisi yang aku
lamar. Rasanya aku tidak lolos lagi dalam perekrutan ini. Mungkin akan masih
sama dengan yang lalu-lalu. Gagal dan gagal lagi.
**
Mata ku masih berat. Aku bangun kesiangan.
Maklum, tadi malam aku lembur menulis artikel. Aktivitasku kini bertambah. Mengisi
waktu senggang dengan menulis artikel. Meski belum ada yang diterima oleh
penerbit, namun tetap ku coba menulis. Tiba-tiba HP berbunyi.
“selamat siang.” Terdengar suara seorang
laki-laki dari seberang.
“siang.”
“dengan mbak Winda?”
“iya, saya sendiri.”
“ini dari PT. SWOT. Mengundang mbak
Winda untuk mengikuti tes selanjutnya besok jam 09.00. bisa?”
“oh, dari Pak Handono?”
“iya, betul.”
“bisa pak. kalau boleh tau, besok itu
untuk tes tulis atau apa pak?”
“untuk besok psikotest dan tes
kompetensi. Jadi, siapkan alat tulis pendukung. Karena kami tidak menyediakan
alat tulis.”
“ok. Terima kasih informasinya.”
“akh, yang benar saja. Kemarin itu,
interview yang gak jelas. Tapi kenapa aku lolos ke tahap berikutnya ya?”
gumamku.
Akh, gak penting. Sudah lolos tes
berikutnya saja sudah untung. Jalani saja.
Perjalananku sudah jauh. Tes tahap 1
hingga tahap 4 sudah ku jalani. Detik-detik keputusan akhir akan segera datang.
Kali ini aku pasrah. Tak ingin rasanya seperti yang lalu lalu. Menggebu-gebu
dan terlalu percaya diri bisa diterima. Kenyataannya, berbanding terbalik. Kali
ini, kun fayakun. Yang kan terjadi,
terjadilah.
Hidup memang tak selamanya susah. Akan
datang saatnya senyum mengembang. Akan indah rasanya jika keinginan dan harapan
yang ditunggu hadir dihadapan. Hari ini, keputusan telah dibuat. Kabar gembira
telah datang. Aku diterima bekerja di PT. SWOT. Dan.. “Alhamdulillah. Allah
telah mengabulkan doa ku.”
**
Sedihku hilang. Lelah ku terbayar.
Senyumku pun mengembang. Hari ini adalah hari dimulainya langkah ku menuju asa.
Memasuki kantor baru dengan bismillah. Berharap semuanya berjalan lancar. Dan
begitu banyak kenyataan dan rahasia dari Allah di setiap langkah manusia yang
bisa membuat dada hambanya berdegup kencang.
Fakta kini telah berbicara. Kantor ini bagai
sarang macan. Posisiku di perusahaan baru ini memang menantang. Supervisor Finance
Accounting dadakan. Karena sebelumnya, diperusahaan lama aku hanya sebagai
staff. Entah atas faktor apa manajemen PT. SWOT menempatkan aku diposisi yang
belum pernah aku pegang. Dengan posisi itu, aku langsung punya bawahan. Dan
sialnya, bawahan itu adalah orang-orang lama yang notabene sudah bekerja hampir
11 tahun. Bagaimana bisa aku jadi leader
bagi mereka yang sudah senior. Menurut cerita Branch Manager, ada salah satu
bawahanku yang mungkin seumuran dengan ibuku. Tantangan, benar-benar tantangan
berat. “sanggupkah aku!”
**
Sabtu yang menegangkan. Nota order masih
menumpuk di meja. Masih harus ku pilah-pilah sesuai historical dari
masing-masing customer. Dan ibu-ibu itu! Mereka tidak mau mengerti. Mereka ingin
semua nota cepat diproses, dengan harapan mereka bisa cepat pulang. Dan aku tak
mau gegabah. Aku tak mau mengulang kesalahan yang sama diperusahaan yang dulu.
Alhasil, bukan semakin baik malah
semakin buruk. Mereka tidak sejalan dengan pemikiranku. Dan aku tetap pada
pendirianku. Emosi sudah tak tertahan. Tak hanya dua atau tiga orang yang
mengoceh. Seolah ini lima sekawan yang memang memegang erat persaudaraan. Satu
tersakiti, yang lain ikut merasakan. Kini, mereka berlima berdiri dihadapanku
dengan wajah tak menyenangkan.
“sampai kapan mau seperti ini. Bisa-bisa
order dari sales terbengkalai. Kamu di sini supervisor. Baru 6 hari kerja saja
sudah sok.” Ucap salah satu dari mereka dengan nada keras.
“maaf, bu. Maksudnya apa ya?”
“ini lihat. Order sebanyak ini belum
beres. Orang-orang dibawah nunggu keputusan kamu.” timpal yang lain.
“bu, saya minta sabar sedikit. Saya juga
lagi memproses nota ini satu per satu. Setiap order ini tidak bisa langsung
saya putuskan. Saya harus benar-benar memastikan pelanggan tersebut tidak ada
tunggakan tagihan.” Ucapku berusaha sabar.
“bisa kerja nggak sih. Kerjanya lambat
sekali!” timpal yang lain.
Arghhhhhh.. Rasanya.. Ingin sekali
berdiri dan menggebrak meja. Tapi, ketika ingat lagi perjuanganku mengikuti
serentetan tes itu, tak ingin rasanya terulang lagi. Dan ketika suasana semakin
memanas karena ocehan ibu-ibu itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka.
“ada apa ini kumpul disini semua?” suara
Branch Manager menghentikan ocehan macan-macan kelaparan ini seketika.
“saya tanya sekali lagi. Ada apa ini
kumpul disini?”
Kami tetap diam.
“semua ikut ke ruangan saya.”
Sial. Belum genap seminggu duduk di
kursi baru, masalah sudah timbul.
“saya ingin kalian jujur. Ada masalah
apa sebenarnya. Masak enam orang ini bisu semua?”
“begini, pak. Order masih banyak yang
belum terealisasi. Karena masih saya proses. Saya perlu tahu historical per
customer. Pembayarannya bagus atau tidak? Jadi, satu per satu harus saya cek.
Kalau saya buka semua, efeknya nanti ke tagihan. Pada akhirnya, saya juga yang
bertanggung jawab atas tagihan.” Aku mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi.
“ok. Kamu boleh kembali ke meja kamu.
Dan para ibu-ibu ini, tetap diruangan saya.”
Entah apa yang akan Branch Manager
lakukan pada ibu-ibu itu. Semua mata memandang ke arahku saat keluar dari
ruangan Branch Manager. Rasanya, kantor ini panas. Padahal disana sini penuh
dengan AC.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Jam
kerja sudah berakhir. Suasana masih tegang. Tak ada yang mau menyapa ku.
Rasanya ingin berlari saja. Ditengah perasaan yang tidak karuan ini, tiba-tiba
muncul Branch Manager..
“belum pulang.”
“sebentar lagi pak.”
“terburu-buru?”
“nggak juga sih pak. ada perlu dengan
saya?”
“iya, mau bahas yang tadi siang.”
Aku tersenyum.
“begini, Win. Anggaplah ini perkenalan awal
kamu dengan bawahan kamu. Nanti kamu pasti tahu karakter mereka masing-masing.
Awal saya disini pun begitu. Mereka seolah tidak mau menerima kehadiran orang
baru. Apalagi hadir sebagai atasan mereka. Saya yakin kamu bisa. Kamu terpilih
dari sekian calon leader. Saya juga
memantau kamu saat tes seleksi. Saya yakin, ini pasti bisa kamu lewati.”
Aku hanya bisa tersenyum dan bernafas
lega. Ternyata masih ada yang mensupport keberadaanku di perusahaan ini.
**
Kesabaranku ada hasilnya. Dan memang
benar. Keyakinan pimpinan terhadap keberadaanku terbukti. Aku bisa melewati
masa-masa sulit di kantor ini. Memang butuh adaptasi yang lama dengan
orang-orang dikantor ini karena mereka sudah berumur. Tak bisa disamakan dengan
karyawan dengan usia produktif. Jiwa dan pemikirannya sangat jauh berbeda.
Butuh pendekatan khusus agar mereka mau mendengar dan memahami maksud yang kita
sampaikan. Dan kini, aku bisa bernafas lega. Enam bulan sudah ku lewati. Kursi
tahta baru bisa ku duduki dengan nyaman. Semua bukan tanpa usaha. Kerja keras,
sabar, dan berdo’a tiada henti aku lakukan.
Malam ini, kembali ku bersimpuh.
Menengadahkan tangan dan mengucapkan..
Ya
Allah
Alhamdulillah..
Semua
berkat Mu
Tanpa
uluran tangan Mu
Aku
tak akan bisa melewati ini semua
Tangisku
selama ini telah terbayar
Hari-hariku
kini begitu menyenangkan
Ya
Allah
Tetaplah
bersamaku
Agar
aku tidak terjerumus dalam jalan yang tidak Kau ridho’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar