Senin, 09 April 2012

Kembalikan Demokrasi pada Kami


Negara Indonesia sudah menganut sistem pemerintahan demokrasi sejak lama. Tepatnya pasca revolusi Prancis. Sesuai dengan arti demokrasi itu sendiri, Indonesia menjalankan sistem pemerintahan demokrasi sebagai upaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Demokrasi yang memiliki arti pemerintahan rakyat, sepenuhnya memiliki ciri mengutamakan kepentingan rakyat. Sejak awal menganut sistem pemerintahan ini, demokrasi di Indonesia sudah dipraktekkan dalam pemilihan umum pemimpin di pemerintahan. Dan dalam prakteknya, demokrasi yang ada tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan lancar. Banyak penyimpangan-penyimpanan yang terjadi dan tidak jarang memicu konflik di masyarakat atas ketidak puasan fakta demokrasi.

Pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia sangat terlihat jelas terutama ketika ada pemilu. Selama ini, kita sudah mengalami berbagai macam kondisi dalam menerapkan sistem demokrasi. Beberapa pemilu yang sudah dilaksanakan di Indonesia, sudah mengalami pergantian azas. Pada masa orde baru, pemilu dilaksanakan berdasarkan azas LUBER, yaitu
1.      Langsung memiliki arti bahwa rakyat memilih wakil rakyat atau memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
2.      Umum memiliki arti bahwa pemilu yang diselenggarakan tersebut boleh diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia dengan ketentuan sudah memiliki hak dalam menggunakan suaranya.
3.      Bebas memiliki arti bahwa rakyat bebas memilih atau memberikan suaranya sesuai dengan pilihannya sendiri dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
4.      Rahasia memiliki arti bahwa apa yang dipilih oleh rakyat adalah menjadi rahasia mereka dan tidak diketahui oleh siapapun.
Sedangkan pada masa reformasi, pemilu dilaksanakan berdasarkan azas “JURDIL”, yaitu:
1.      Jujur memiliki arti bahwa pemilu yang dilaksanakan harus sesuai dengan aturan dan rakyat benar-benar menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil rakyat.
2.      Adil memiliki arti bahwa pemilu diberlakukan secara sama tanpa ada diskriminasi terhadap peserta atau pemilih.

Flash Back Pemilu di Indonesia

Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu yang kali pertama setelah runtuhnya orde baru, saat itu pemilu dilaksanakan dan dibicarakan secara terbuka. Namun, pemilu tahun 1999 merupakan pengalaman buruk bagi negara Indonesia. Pengalaman buruk itu terjadi karena menjelang akhir proses pemilu wakil rakyat yang berada di KPU tidak setuju dengan hasil pemungutan suara. Dalam situasi politik yang sempat carut marut seperti itu, akhirnya pemerintah mengambil langkah untuk mengesahkan hasil pemilu. Dapat dikatakan pada pemilu tahun 1999 ini penuh dengan kecurangan. Tentunya kita tidak pernah berharap apa yang terjadi pada tahun 1999 tersebut terulang lagi.

Kemudian tahun 2004 pemilu dilaksanakan kembali. Dengan tujuan yang sama untuk memilih wakil rakyat dan kepala pemerintahan, pemilu tetap dilaksanakan secara demokrasi. Pada pemilu tahun 2004, pengalaman buruk yang pernah terjadi di pemilu sebelumnya memang tidak terulang. Namun, pemilu 2004 tersebut bukan pemilu yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan karena proses pemilu itu sendiri memakan waktu yang lama. Mulai dari penentuan kursi di DPR yang rumit dan pemilihan wakil rakyat itu sendiri dari DPR, DPD, dan DPRD. Bahkan untuk pemilihan presiden dan wakil dilaksanakan dua tahap. Meskipun pada akhirnya terpilih wakil rakyat dan kepala pemerintahan, namun pemilu secara demokrasi tahun 2004 ini belum menunjukkan pemilu demokrasi yang sebenarnya.

Setelah 5 tahun berlalu, sampai juga pada pemilu berikutnya, yaitu pemilu tahun 2009. Masih jelas dalam ingatan apa yang terjadi pada pemilu tahun tersebut. Jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya dapat dikatakan bahwa pemilu tahun 2009 sudah lebih baik dari pemilu periode sebelumnya, namun masih juga jauh dari sempurna. Karena dalam pemilu 2009 tersebut masih dipenuhi dengan berbagai kecurangan. Penemuan-penemuan adanya rekayasa pada sarana penunjang pemilu baik itu dari distribusi logistik, rekayasa terhadap data pemilih dan kecurangan lainnya semakin mengancam keberadaan sistem demokrasi di Indonesia. Permainan politik uang semakin terlihat dan seolah menjadi ajang untuk merebut hati rakyat agar memilih partai mereka. Akankah budaya politik uang akan selamanya menghinggapi pemilu yang berbasis demokrasi? Lalu, mau dibawa kemana demokrasi kita?

Feed Back atas pemilu yang sudah dilaksanakan di Indonesia

Seiring dengan perkembangannya, pelaksanaan pemilu diberbagai daerah dapat kita lihat dan dirasakan sendiri oleh rakyat. Pemilihan umum yang sudah pernah dilaksanakan belum sepenuhnya menerapkan sistem dan tujuan dari demokrasi itu sendiri. Padahal pemilu menjadi sarana dan sendi utama demi tegaknya sistem demokrasi. Kita tahu bahwa tujuan pemilu itu sendiri tidak lain adalah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi dengan cara memilih wakil-wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan hati nurani rakyat. Sedangkan sejak dianutnya sistem demokrasi, tidak juga menampakkan akan adanya penerapan atau implementasi demokrasi yang benar-benar murni hasil suara dari rakyat yang dilaksanakan oleh rakyat dan hasilnya untuk rakyat.

Dari beberapa kasus penyimpangan pada pemilu yang telah dilaksanakan, jelas terlihat bahwa demokrasi kita dapat dibeli dengan uang. Hati rakyat sudah tertukar dengan lembaran uang. Dengan mudahnya demokrasi kita dapat ditukar dengan kecurangan-kecurangan yang dengan mudah dilakukan beberapa partai politik. Dengan menghalalkan segala cara, calon pemimpin rakyat Indonesia rela mengiming-imingi hati nurani rakyat dengan uang. Jelas ini bentuk kecurangan yang sangat fatal dan bertentangan dengan sistem demokrasi. Meski sudah jelas ini bentuk kecurangan, namun pembuktian atas kecurangan itu pun tidak jelas ujungnya seperti apa. Yang ada hanyalah, hilangnya beberapa kasus kecurangan tanpa jejak dan sanksi yang jelas. Dalam hal ini dibutuhkan adanya KPU dan bawaslu yang telah dibentuk untuk lebih independen, non par-tisan, tegas, jujur dan adil. Sehingga anggota KPU dan bawaslu itu sendiri dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan aturan dalam Undang Undang dan sesuai dengan kode etik. Sebagai tim yang dibentuk dan berdiri sendiri, tidak boleh ada campur tangan anggota partai bercokol dalam KPU dan bawaslu. Hal ini untuk menghindari jika ada anggota KPU dan bawaslu yang pro terhadap salah satu partai bermasalah.

Demokrasi yang sudah tercemari oleh politik uang tidak bisa dibiarkan terus menjamur. Disisi lain, kebebasan rakyat mengeluarkan pendapat dalam menyalurkan aspirasinya membuat rakyat Indonesia semakin kritis dalam berfikir dan berani bertindak. Sebagian rakyat Indonesia memang masih dalam taraf kemiskinan. Namun, tidak semua hati rakyat miskin bisa dibeli dengan uang. Jika suatu saat nanti semua rakyat Indonesia benar-benar bersih dan menolak kehadiran politik uang, apakah partai politik yang mengajukan calon-calonnya masih akan terus melanjutkan perjuangannya menarik hati rakyat dengan uang? Jika ini benar-benar terjadi, sangat bisa dipastikan tidak akan ada calon legeslatif yang akan duduk di pemerintahan. Tidak akan ada anggota dewan yang bisa duduk manis dikursi empuk saat rapat. Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar memperhatikan apa dan bagaimana layaknya pelaksanaan demokrasi pada pemilu.

Penyelenggaraan pemilu untuk memilih wakil rakyat yang duduk dalam parlemen dan pemilihan kepala pemerintahan (presiden dan wakil) dilakukan serentak dan secara bersama-sama. Namun pada pemilihan kepala daerah, pelaksanaanya berbeda-beda. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan mangacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah no 32 tahun 2004, pemilihan kepala daerah hanya dilaksanakan dalam satu kali putaran jika pemenang sudah meraih suara diatas 25%. Tidak jauh berbeda dengan pemilu wakil rakyat, pada pemilukada juga membutuhkan dana yang besar. Dengan dana yang tidak sedikit tersebut, diharapkan pemilu kepala daerah dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar diinginkan oleh rakyat. Bukan pemimpin yang dibeli dari rakyat. Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat sebagai salah satu cara sistem demokrasi. Selama ini, sistem demokrasi yang telah berjalan jauh dari kualitas. Untuk meningkatkan kualitas dari sistem demokrasi itu sendiri, yang perlu adanya perbaikan, diantaranya:
1.      praktek pemilu yang benar-benar sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang. Undang-undang dan peraturan dibuat adalah untuk ditaati. Jika terjadi pelanggaran, maka sanksi atau hukuman juga harus benar-benar diterapkan dan bukan dibiarkan.    
2.      penyelenggara pemilu harus benar-benar menyeleksi calon wakil rakyat. Sesuai atau tidak dengan kriteria pemimpin yang baik. Bukan melihat dari besar tidaknya nama partai yang mengusung calon itu berasal. Calon wakil rakyat merupakan calon yang sudah dikenal oleh masyarakat dan benar-benar sudah diketahui dengan jelas apa dan bagaimana kinerjanya dalam masyarakat.
3.      Penerapan sanksi yang tegas terhadap partai atau anggota partai jika melakukan pelanggaran. Sanksi yang diberikan juga tanpa melihat siapa dan dari partai mana dia berasal. Jangan hanya karena dari partai besar, pelanggaran atas calon wakil rakyat dapat lepas begitu saja. Supremasi hukum harus ditegakkan.
4.      Membasmi penyakit politik uang(money politic) dalam kancah politik. Pembasmian ini memang tidak bisa secara langsung. Namun secara pelan dan pasti jika sanksi atas penemuan politik uang diberi hukuman atau sanksi yang berat, dan kalau bisa sanksi yang diberikan harus mempengaruhi kelanjutan hidup partai yang bersangkutan. Misalnya nama partai akan dicoret dalam pemilu berikutnya, kemungkinan dapat mengurangi permainan politik kotor ini.
5.      Perlu adanya sosialisasi oleh KPU kepada rakyat sebelum diadakannya pemilu. Sosialisasi ini diberikan dengan tujuan agar rakyat tidak terpengaruh atas bujuk rayu oknum manapun sehingga dapat memilih wakil rakyat sesuai dengan hati nurani mereka.
6.      KPU juga harus transparan terhadap rakyat atas semua hal atau masalah yang timbul dalam pemilu yang dilaksanakan. Sehingga rakyat sendiri juga dapat menilai apa yang sebenarnya terjadi dalam partai.

Harapan kita semua rakyat Indonesia, demokras benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya. Apa guna kita menganut demokrasi sedangkan dalam prakteknya tidak murni melaksanakan demokrasi itu sendiri. Mari kita sama-sama mengembalikan demokrasi yang sebenarnya, demokrasi yang utuh dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.