Jumat, 04 April 2014

Tinggalkan Jakarta Secepatnya


Wacana tentang rencana pemindahan ibukota Jakarta sehubungan dengan masalah ibukota hingga saat ini belum ada realisasinya. Masalah-masalah yang terkait dengan Jakarta belum juga ada solusi yang tepat. Ide-ide dan berbagai alternatif solusi yang sempat terlontar dari pemerintah masih berupa teori saja. Kemacetan, kepadatan penduduk, banjir, tindak kriminal, dan berbagai permasalahan lain semakin kompleks di Jakarta. Pola hidup, lifestyle, semakin tak karuan di ibukota. Namun Jakarta, seperti kita tahu selalu menjadi tujuan dan impian setiap orang yang ingin merantau meraih kesuksesan.

Jakarta memang menjanjikan. Hingga satu sisi pertimbangan tidak terbersit dari pemikiran para penghuni ibukota ini. Bahwa Jakarta bukanlah tempat yang layak untuk dihuni bagi manusia yang ingin hidup normal. Hidup normal tanpa macet, banjir, dan hiruk pikuk dunia malam. Kualitas hidup yang dijalani di ibukota Jakarta bukanlah kualitas hidup yang sesungguhnya. Permasalahan yang begitu komplek berkaitan dengan ibukota Jakarta ini perlu mendapat perhatian yang sangat khusus. Solusi-solusi yang selama ini telah dilakukan dan belum membuahkan hasil harus lebih difokuskan lagi. Pemerintah, dalam hal ini presiden dan gubernur DKI harus bersama-sama membentuk satu tim pelaksana khusus penanggulangan masalah di ibukota. Berkaitan dengan pembentukan tim pelaksana khusus ini, sebaiknya dibentuk lebih spesifik sesuai dengan permasalahan yang ada. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Masalah kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk menjadi masalah utama ibukota. Oleh karenanya, tim khusus harus dibentuk untuk menangani hanya khusus pada masalah kepadatan penduduk Jakarta saja. Dengan tugas dan tanggung jawab mencari solusi dan mengimplementasikannya secara maksimal dan konsisten. Tim ini dapat melakukan pembinaan bagi warga pendatang. Pembinaan ini bertujuan untuk mengingatkan mereka untuk pulang kampung. Atau juga pemberian solusi alternatif untuk merantau didaerah lain diluar Jakarta. Tentunya, warga pendatang ini tidak langsung dilepas atau diusir begitu saja dari kota Jakarta. Bekal berupa keterampilan, atau pemberian dana sebagai modal dan untuk menggantikan biaya yang telah mereka keluarkan untuk membangun rumah di Jakarta. Tentu, hal ini tidak akan menimbulkan spekulasi negatif dari warga pendatang karena kepulangan mereka ke kampung halaman tidak cuma-cuma.
2.      Masalah kemacetan
Masalah kemacetan timbul juga akibat dari semakin padatnya penduduk Jakarta dari tahun ke tahun. Untuk permasalahan ini, presiden juga bisa membentuk tim khusus menangani kemacetan. Yang perlu dilakukan oleh tim ini juga hanya difokuskan pada permasalahan kemacetan. Misalnya saja, pelarangan penggunaan mobil pribadi pada jam kerja. Semua karyawan baik pemerintah maupun swasta yang melakukan rutinitas kerja harus menggunakan kendaraan umum. Dan tim ini wajib memberlakukan denda atau sanksi yang berat pada pelanggar. Alternatif lain adalah penyediaan kendaraan jemputan gedung. Sama hal nya dengan mobil jemputan untuk karyawan atau buruh pabrik. Begitu juga dengan instansi pemerintah. Penyediaan kendaraan khusus pegawai negeri atau pemerintah akan mengurangi kepadatan kendaraan pribadi pada jam kerja. Solusi ini perlu diawasi dengan ketat oleh tim yang telah dibentuk. Dan temuan-temuan pelanggaran penggunaan kendaraan ini juga  harus mendapatkan sanksi dan denda yang sesuai.
Masalah lain yang berkaitan dengan penyebab kemacetan adalah parkir sembarangan. Kasus parkir sembarangan memang sudah menjadi rahasia umum. Namun, kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Penerapan sanksi atau denda harus tetap diberlakukan. Untuk mewujudkan solusi ini, tim pelaksana penanggulangan kemacetan harus trus memantau setiap saat.
3.      Masalah Banjir
Banjir di ibukota sudah menjadi langganan tiap tahun. Selama itu pula tak ada cara yang tepat mencegah banjir. Dalam hal ini, tim khusus penanggulangan banjir dibentuk untuk mencari solusi pencegahan banjir. Hal ini dapat dilakukan dengan memonitor warga agar tidak membuang sampah di sungai. Berkaitan dengan banjir pula, kondisi Jakarta yang sudah padat dengan rumah penduduk perlu dibenahi lagi. Solusi pemulangan warga pendatang memberi ruang bagi pemerintah untuk mengubah rumah kosong yang ditinggalkan oleh warga menjadi lahan hijau. Dengan demikian, air hujan dapat diserap oleh tanah.
4.        Masalah Sampah
Berkaitan dengan sampah, solusi terbaik memang tak pernah akan kita temui jika sampah hanya dibuang meski ditempat yang benar. Karena sampah akan terus bertambah dari hari ke hari. Namun, dengan pembentukan tim khusus menangani sampah dapat menjadi alternatif yang dapat diterapkan di ibukota. Tim ini memiliki tugas untuk memisahkan sampah tiap-tiap warga yang dapat didaur ulang dan tidak. Sampah daur ulang harus distribusikan pada beberapa ibu-ibu kreatif yang memiliki keterampilan mendaur ulang sampah. Sedangkan sampah yang lain, jika dimungkinkan dapat dibuat pupuk kompos. Tim bentukan inilah yang akan menjembatani pendistribusian sampah daur ulang dan juga bagaimana pengolahan sampah menjadi barang yang berguna. Hingga sampah akan memiliki nilai yang berharga.

Tim khusus penanganan masalah-masalah di ibukota ini harus berdiri secara independen dibawah pengawasan gubernur DKI Jakarta. Tim ini dapat dibentuk dengan merekrut karyawan setiap tahun sesuai dengan kebutuhan. Harapan dari pembentukan tim khusus penanganan masalah Jakarta ini adalah mengembalikan ibukota sebagai tempat yang layak huni, bebas macet dan bebas banjir. Sehingga kualitas hidup yang diinginkan oleh sebuah keluarga dapat dimilki secara utuh. Dari semua solusi permasalahan yang ditemui di Jakarta ini dapat berhasil jika ada kerja sama dan dukungan dari semua penghuni kota metropolis ini. Kemungkinan ketidakberhasilan solusi tersebut bisa saja terjadi. Namun yang pasti, selama kita sadar bahwa tidak hanya Jakarta yang mampu mengubah nasib kita, lebih baik secepatnya tinggalkan Jakarta.


Bagaimana pendapat anda tentang Jakarta?yuk share di linknya...


Rabu, 02 April 2014

Indonesia Dalam Genggaman Enterpreneur



Tragedi Mei 1998, ketika Soeharto dipaksa turun dari singgasananya sebagai presiden RI masih belum memudar dari ingatan kita semua. Betapa tidak. Peristiwa yang terjadi saat itu bagai sinetron dalam kehidupan nyata. Ada skenario atau tidak atas kejadian itu, satu fakta penting dalam sejarah Indonesia telah tercatat. Bahwa rakyat Indonesia mampu menggulingkan seorang Soeharto yang telah menguasai negeri ini selama 30 tahun. Kala itu, bangsa Indonesia marah. Dari rentetan kerusuhan, penjarahan hingga teriakan “turun” pada sang presiden. Berbagai gejolak, pertentangan, dan pemikiran-pemikiran rakyat yang selama ini masih dalam unek-unek memuncak sudah. Tak ada lagi wibawa Soeharto kala itu. Tak ada lagi simpati pada sang pemimpin. Pun tak ada lagi ruang bagi keluarga cendana mengukir kenangan manis di akhir masa jabatan sang presiden. Satu harapan yang pasti, rakyat ingin Seoharto dan antek-anteknya enyah dari kursi kepemimpinan bangsa. Rakyat sudah jenuh dan menginginkan suatu perubahan. Rakyat ingin sebuah reformasi.

Hari berganti, bulan dan tahun. Dari waktu ke waktu pun bangsa ini mengalami berbagai macam fase kehidupan selama era reformasi. Bukan semakin baik. Berbagai macam krisis tak henti melanda. Berbagai bencana jua tak kunjung reda. Presiden terpilih pun datang dan pergi silih berganti dengan meninggalkan kesan yang tak lebih baik dari presiden sebelumnya. Bahkan krisis yang berujung pada pengangguran semakin tak terkendalikan.

Dapat dikatakan bahwa reformasi telah gagal. Reformasi yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia setelah runtuhnya kekuasaan Soeharto masih sulit untuk diwujudkan. Kinerja para aparatur pemerintahan tidak bisa diandalkan. Korupsi semakin menjamur. Kemiskinan semakin merajalela. Jelas, pemerintah harus bertanggungjawab atas kondisi bangsa ini. Dan di satu sisi, baik rakyat atau pemerintah harus menyadari betul bahwa kondisi bangsa seperti ini harus tetap dijalani. Dengan satu keyakinan bahwa masih ada harapan untuk bangsa Indonesia memperbaiki diri. Akan ada jalan keluar bagi bangsa ini untuk bisa lolos dari keterpurukan. Harapan yang hanya bisa diwujudkan dengan hadirnya sosok pemimpin yang mampu menjadi tumpuan harapan dari ribuan bahkan jutaan ribu rakyat yang tersebar diseluruh penjuru nusantara. Rakyat Indonesia membutuhkan presiden yang tangguh dan mampu menjadi penggerak kemudi bangsa ke arah yang benar. Negeri ini layaknya mobil. Rakyat adalah penumpang, dan presiden adalah sopirnya. Kemana bangsa ini akan pergi, tentu sesuai dengan arah yang akan dituju oleh presiden.

Presiden, rakyat yang memilih. Yang artinya, sopir akan dipilih oleh penumpangnya. Dan penumpang harus cerdas dan cerdik dalam memilih sopir. Seperti saat ini. Bangsa Indonesia sedang “galau” menentukan calon pemimpin bangsa. Kegalauan hati akan semakin menjadi-jadi dan harap-harap cemas menanti hasil pemilu 2014. Puncak pesta demokrasi pada pilpres nantinya akan menjadi momentum penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Jika salah pilih, bangsa ini akan hancur. Oleh karena itu, kita tidak perlu memaksakan diri untuk memilih presiden yang bukan pilihan hati kita. Rakyat bebas menentukan calon presiden yang sesuai dengan kriteria presiden masa depan.

Calon presiden masa depan haruslah mampu memiliki daya pikir seperti enterpreneur. Sudah waktunya bangsa ini menentukan pilihan yang lebih bijak. Pengalaman dimasa lalu harus menjadi pelajaran penting. Hampir semua pemimpin negeri ini begitu mengagungkan politik. Memang, politik memiliki hubungan yang erat dalam pemerintahan. Namuun metamorphosa politik dinegeri ini sudah tidak lagi bersih. Politik sudah menjadi begitu kotornya. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan. Tak ada ruang dan waktu untuk berpihak pada yang “halal” karena semua daya dan upaya sudah terkontaminasi oleh politik. Yang haram menjadi halal. Mereka yang men”dewa”kan politik tidak akan memiliki kemampuan untuk menggandeng yang lemah. Bagi mereka, kekuasaan yang utama. Merperkaya diri sendiri dan golongannya. Hingga tak ada yang benar-benar serius memikirkan kesejahteraan dan nasib bangsa.

Sudah waktunya negeri yang sudah dipenuhi dengan banyaknya pengangguran ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang berjiwa enterpreneur. Karakter seorang enterpreneur sejati menjadi jiwa satu-satunya yang ideal untuk menjadi pemimpin dimasa sekarang ini. Karena presiden yang berjiwa enterpreneur akan mampu mengajak para generasi muda khususnya pengangguran untuk mengubah nasibnya dengan slogan “bosan jadi pegawai”. Slogan ini akan menjadi senjata ampuh bagi para sarjana dan pengangguran untuk tidak menggantungkan nasibnya pada status sebagai “karyawan”. Seorang enterpreneur adalah sosok yang mampu mengambil keputusan secara mandiri, berani mengambil resiko, dan tahan banting dalam situasi dan kondisi apapun. Bahkan ketika berada pada titik nadir, seorang enterpreneur sejati mampu bangkit secara perlahan untuk membangun kembali usaha atau bisnis yang telah dirintisnya. Seorang presiden yang berjiwa enterpreneur pun akan melihat masa depan bangsa dan negaranya seperti melihat masa depan bisnisnya. Jika presiden adalah seorang enterpreneur, membangun bangsa dan negara yang besar sama artinya dengan membangun bisnis besar yang sangat menjanjikan.

Untuk bangsa besar seperti Indonesia, jangan lagi melihat atau menentukan seorang pemimpin dari faktor politik. Jangan lagi menyia-nyiakan suara dan hak pilih kita untuk mereka yang pandai bermain politik. Inilah saatnya Enterpreneur berada digaris depan. Karena enterpreneur adalah bekal dan jembatan untuk menjadi pemimpin nomor wahid di negeri Indonesia ini.


bagi semua pembaca artikel ini, mohon di vote ya melalui link dibawah ini..thanks

http://writing-contest.bisnis.com/artikel/read/20140401/372/215718/indonesia-dalam-genggaman-enterpreneur