Tragedi Mei 1998, ketika Soeharto
dipaksa turun dari singgasananya sebagai presiden RI masih belum memudar dari
ingatan kita semua. Betapa tidak. Peristiwa yang terjadi saat itu bagai sinetron
dalam kehidupan nyata. Ada skenario atau tidak atas kejadian itu, satu fakta
penting dalam sejarah Indonesia telah tercatat. Bahwa rakyat Indonesia mampu menggulingkan
seorang Soeharto yang telah menguasai negeri ini selama 30 tahun. Kala itu, bangsa
Indonesia marah. Dari rentetan kerusuhan, penjarahan hingga teriakan “turun”
pada sang presiden. Berbagai gejolak, pertentangan, dan pemikiran-pemikiran
rakyat yang selama ini masih dalam unek-unek memuncak sudah. Tak ada lagi
wibawa Soeharto kala itu. Tak ada lagi simpati pada sang pemimpin. Pun tak ada
lagi ruang bagi keluarga cendana mengukir kenangan manis di akhir masa jabatan
sang presiden. Satu harapan yang pasti, rakyat ingin Seoharto dan
antek-anteknya enyah dari kursi kepemimpinan bangsa. Rakyat sudah jenuh dan menginginkan
suatu perubahan. Rakyat ingin sebuah reformasi.
Hari berganti, bulan dan tahun. Dari
waktu ke waktu pun bangsa ini mengalami berbagai macam fase kehidupan selama
era reformasi. Bukan semakin baik. Berbagai macam krisis tak henti melanda.
Berbagai bencana jua tak kunjung reda. Presiden terpilih pun datang dan pergi
silih berganti dengan meninggalkan kesan yang tak lebih baik dari presiden
sebelumnya. Bahkan krisis yang berujung pada pengangguran semakin tak
terkendalikan.
Dapat dikatakan bahwa reformasi telah
gagal. Reformasi yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia setelah runtuhnya
kekuasaan Soeharto masih sulit untuk diwujudkan. Kinerja para aparatur
pemerintahan tidak bisa diandalkan. Korupsi semakin menjamur. Kemiskinan
semakin merajalela. Jelas, pemerintah harus bertanggungjawab atas kondisi
bangsa ini. Dan di satu sisi, baik rakyat atau pemerintah harus menyadari betul
bahwa kondisi bangsa seperti ini harus tetap dijalani. Dengan satu keyakinan bahwa
masih ada harapan untuk bangsa Indonesia memperbaiki diri. Akan ada jalan
keluar bagi bangsa ini untuk bisa lolos dari keterpurukan. Harapan yang hanya
bisa diwujudkan dengan hadirnya sosok pemimpin yang mampu menjadi tumpuan harapan
dari ribuan bahkan jutaan ribu rakyat yang tersebar diseluruh penjuru nusantara.
Rakyat Indonesia membutuhkan presiden yang tangguh dan mampu menjadi penggerak kemudi
bangsa ke arah yang benar. Negeri ini layaknya mobil. Rakyat adalah penumpang,
dan presiden adalah sopirnya. Kemana bangsa ini akan pergi, tentu sesuai dengan
arah yang akan dituju oleh presiden.
Presiden, rakyat yang memilih. Yang
artinya, sopir akan dipilih oleh penumpangnya. Dan penumpang harus cerdas dan
cerdik dalam memilih sopir. Seperti saat ini. Bangsa Indonesia sedang “galau”
menentukan calon pemimpin bangsa. Kegalauan hati akan semakin menjadi-jadi dan
harap-harap cemas menanti hasil pemilu 2014. Puncak pesta demokrasi pada pilpres
nantinya akan menjadi momentum penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Jika
salah pilih, bangsa ini akan hancur. Oleh karena itu, kita tidak perlu
memaksakan diri untuk memilih presiden yang bukan pilihan hati kita. Rakyat
bebas menentukan calon presiden yang sesuai dengan kriteria presiden masa
depan.
Calon presiden masa depan haruslah mampu
memiliki daya pikir seperti enterpreneur.
Sudah waktunya bangsa ini menentukan pilihan yang lebih bijak. Pengalaman
dimasa lalu harus menjadi pelajaran penting. Hampir semua pemimpin negeri ini
begitu mengagungkan politik. Memang, politik memiliki hubungan yang erat dalam
pemerintahan. Namuun metamorphosa politik dinegeri ini sudah tidak lagi bersih.
Politik sudah menjadi begitu kotornya. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan
kekuasaan. Tak ada ruang dan waktu untuk berpihak pada yang “halal” karena
semua daya dan upaya sudah terkontaminasi oleh politik. Yang haram menjadi
halal. Mereka yang men”dewa”kan politik tidak akan memiliki kemampuan untuk
menggandeng yang lemah. Bagi mereka, kekuasaan yang utama. Merperkaya diri
sendiri dan golongannya. Hingga tak ada yang benar-benar serius memikirkan kesejahteraan
dan nasib bangsa.
Sudah waktunya negeri yang sudah
dipenuhi dengan banyaknya pengangguran ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang berjiwa
enterpreneur. Karakter seorang enterpreneur sejati menjadi jiwa
satu-satunya yang ideal untuk menjadi pemimpin dimasa sekarang ini. Karena presiden
yang berjiwa enterpreneur akan mampu
mengajak para generasi muda khususnya pengangguran untuk mengubah nasibnya
dengan slogan “bosan jadi pegawai”. Slogan ini akan menjadi senjata ampuh bagi
para sarjana dan pengangguran untuk tidak menggantungkan nasibnya pada status sebagai
“karyawan”. Seorang enterpreneur adalah
sosok yang mampu mengambil keputusan secara mandiri, berani mengambil resiko,
dan tahan banting dalam situasi dan kondisi apapun. Bahkan ketika berada pada
titik nadir, seorang enterpreneur sejati
mampu bangkit secara perlahan untuk membangun kembali usaha atau bisnis yang
telah dirintisnya. Seorang presiden yang berjiwa enterpreneur pun akan melihat masa depan bangsa dan negaranya seperti
melihat masa depan bisnisnya. Jika presiden adalah seorang enterpreneur, membangun bangsa dan negara yang besar sama artinya
dengan membangun bisnis besar yang sangat menjanjikan.
Untuk bangsa besar seperti Indonesia, jangan
lagi melihat atau menentukan seorang pemimpin dari faktor politik. Jangan lagi
menyia-nyiakan suara dan hak pilih kita untuk mereka yang pandai bermain politik.
Inilah saatnya Enterpreneur berada
digaris depan. Karena enterpreneur adalah
bekal dan jembatan untuk menjadi pemimpin nomor wahid di negeri Indonesia ini.
bagi semua pembaca artikel ini, mohon di vote ya melalui link dibawah ini..thanks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar